Orang-orang bertaqwa disifati oleh Allah swt sebagai orang-orang yang menyadari bahwa dalam harta mereka ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Mulai dari keluarga dan kerabat terdekat, orang-orang miskin yang berani meminta atau tidak meminta bahkan tidak mendapatkan bagian, sampai para perantau yang kekurangan biaya hidup ibnus-sabil. Bagaimana tuntunan al-Qur`an dan sunnah dalam hal menunaikan hak orang-orang yang harus disantuni? Ketika menjelaskan sifat orang-orang bertaqwa dalam surat adz-Dzariyat, Allah swt berfirman وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian QS. adz-Dzariyat [51] 19. Ayat semakna Allah swt firmankan juga dalam QS. al-Ma’arij [70] 25. Selain orang-orang miskin, ada lagi orang lain yang berhak mendapatkan haknya dari harta kita, sebagaimana difirmankan Allah swt وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا٢٦ إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا٢٧ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya al-Isra’ [17] 26-27. فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ٣٨ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ٣٩ Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian pula kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung. Dan sesuatu riba tambahan yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya ar-Rum [30] 38-39. Dalam dua ayat terakhir di atas Allah swt memperlawankan kewajiban memberi hak keluarga kerabat, faqir miskin, dan ibnus-sabil dengan perilaku tabdzir menghambur-hamburkan harta dan praktik riba. Sebuah tamparan keras bagi orang-orang kaya yang sering terjebak dalam perilaku tabdzir kemewahan tetapi abai dari hak-hak orang lain yang ada dalam hartanya. Atau orang kaya yang berani mengeluarkan harta banyak dalam riba tetapi irit dalam berbagi dengan mereka yang berhak. Keluarga atau Kerabat Dekat Secara urutan yang harus didahulukan adalah keluarga dan kerabat, lalu faqir miskin dan ibnus-sabil. Orang miskin dan ibnus-sabil orang yang habis bekal di perjalanan sebenarnya sama sebagai orang-orang yang membutuhkan santunan. Bedanya orang miskin itu warga pribumi, sementara ibnus-sabil sedang dalam perantauan. Orang miskin itu yang memang sehari-harinya hidup miskin, sementara ibnus-sabil tidak mustahil sebenarnya orang kaya hanya pada saat merantau ia membutuhkan santunan karena kekayaannya tidak sedang dibawa olehnya. Keluarga atau kerabat harus didahulukan haknya berdasarkan sabda Nabi saw خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ Sebaik-baiknya shadaqah yang lebih dari keperluan, dan mulailah kepada keluarga/kerabat Shahih al-Bukhari bab la shadaqah illa an zhahri ghinan no. 1426. Lebih diutamakan lagi keluarga yang juga anak yatim, berdasarkan sabda Nabi saw أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ Saya dan yang mengurus anak yatim, baik itu miliknya atau milik yang lainnya, berada di surga seperti dua jari ini as-Sunanul-Kubra al-Baihaqi no. 12665. Al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan Maksud sabda beliau “miliknya” berarti pengurusnya adalah kakek, paman, saudara, atau kerabat lainnya. Bisa juga ayah anak meninggal dunia, maka ibunya sendirian yang mengurus anaknya, atau ibunya anak meninggal dunia, maka ayah yang menggantikan peran ibu dalam mengurus dan mendidiknya. Fathul-Bari bab fadlli man ya’ul yatiman. Kepada anak yatim baik yang bukan keluarga apalagi yang termasuk keluarga tuntunannya adalah “mengurus”, bukan sebatas memberikan santunan satu atau dua kali setiap tahun. Mereka harus diurus semua yang terkait hidupnya; makannya, pakaiannya, pendidikannya, kemandiriannya, sampai menikahnya, karena status yatim berlaku sampai seseorang menikah. Faqir Miskin Sementara faqir miskin, sebagaimana disinggung dalam surat adz-Dzariyat di atas, terdiri dari as-sa`il dan al-mahrum. Al-Hafizh Ibn Katsir, ketika menjelaskan makna as-sa`il, menyatakan, fa ma’ruf; sama-sama diketahui, yaitu wa huwal-ladzi yabtadi`u bis-su`al; orang yang memberanikan diri meminta. Berdasarkan ayat ini, mereka punya hak dari harta setiap muslim. Bahkan Ibn Katsir menyetujui sebuah hadits yang didla’ifkan oleh al-Albani “Peminta-minta itu punya hak meskipun datang berkendaraan kuda.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud. Dalam konteks hari ini, pengemis termasuk kategori as-sa`il karena faktanya mereka berani meminta-minta. Meski hari ini banyak pengemis yang penipu; mereka mengemis bukan karena miskin harta, tetapi miskin hati dan miskin iman; mereka mengemis sebagai mata pencaharian untuk menumpuk-numpuk kekayaan; jika belum diketahui berdasarkan bukti yang kuat bahwa sang pengemis yang menghadap itu seorang penipu, baru sebatas praduga yang bisa benar dan bisa salah, adab kepada pengemis harus tetap diberlakukan. Meskipun memberi mereka tidak wajib, setiap muslim wajib memperlakukan mereka sebagaimana manusia pada umumnya. وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنۡهَرۡ Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu bersikap kasar QS. Ad-Dluha [93] 10. Jika pengemis itu benar-benar miskin, lalu ia tersinggung oleh sikap orang yang menghardiknya, maka laknat dari pengemis kepada yang menghardiknya besar kemungkinan diijabah oleh Allah swt. Sabda Nabi saw رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ Bisa jadi seseorang yang berambut kusut dan didepak dari pintu-pintu tidak dikasih pemberian kalau ia bersumpah atas nama Allah di antaranya memanjatkan do’a, pasti Allah akan memenuhinya Shahih Muslim bab fadlid-dlu’afa wal-khamilin no. 6848. Sementara al-mahrum, menurut shahabat Ibn Abbas dan Aisyah adalah al-muharif; orang yang tidak bernasib mujur. Ia tidak mendapatkan bagian dari zakat dan baitul-mal dan ia juga tidak mempunyai kasab yang mencukupi kehidupannya. Makna lainnya, menurut Abu Qilabah, adalah orang yang hidupnya cukup tetapi terkena musibah sehingga menghabiskan hartanya. Orang seperti ini termasuk mahrum terhalang. Makna lainnya, orang yang miskin tetapi tidak berani meminta. Berbanding terbalik dengan as-sa`il yang disebutkan sebelumnya. Orang miskin yang tidak berani meminta ini dijelaskan dalam al-Qur`an juga hadits sebagai orang miskin yang paling berhak dan layak diutamakan untuk dibantu dibandingkan as-sa`il. لِلۡفُقَرَآءِ ٱلَّذِينَ أُحۡصِرُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ لَا يَسۡتَطِيعُونَ ضَرۡبٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ يَحۡسَبُهُمُ ٱلۡجَاهِلُ أَغۡنِيَآءَ مِنَ ٱلتَّعَفُّفِ تَعۡرِفُهُم بِسِيمَٰهُمۡ لَا يَسْـَٔلُوْنَ ٱلنَّاسَ إِلۡحَافٗاۗ وَمَا تُنفِقُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ ٢٧٣ Berinfaqlah kepada orang-orang faqir yang terikat oleh jihad di jalan Allah; mereka tidak dapat berusaha di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan di jalan Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui QS. al-Baqarah [2] 273. لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِي يَطُوفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنْ الْمِسْكِينُ الَّذِي لَا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ وَلَا يُفْطَنُ بِهِ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلَا يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ “Orang miskin itu bukanlah orang yang selalu berkeliling meminta-minta demi sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji buah kurma. Orang miskin itu adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang cukup untuk hidupnya, tetapi tidak terperhatikan orang lain sehingga tidak mendapatkan shadaqah, dan ia juga enggan meminta-minta kepada orang-orang.” Shahih al-Bukhari bab qaulil-Llah ta’ala la yas`alunan-nas ilhafan no. 1479. Kepada orang-orang miskin tersebut, Nabi saw menganjurkan agar orang-orang yang mampu bisa berbagi makanan dalam kesehariannya. طَعَامُ الِاثْنَيْنِ كَافِي الثَّلَاثَةِ وَطَعَامُ الثَّلَاثَةِ كَافِي الْأَرْبَعَةِ Makanan untuk dua orang harus cukup untuk tiga orang. Makanan untuk tiga orang harus cukup untuk empat orang Shahih al-Bukhari bab tha’amul-wahid yakfil-itsnain no. 5392; Shahih Muslim bab fadllil-muwasah no. 5488. طَعَامُ الْوَاحِدِ يَكْفِى الاِثْنَيْنِ وَطَعَامُ الاِثْنَيْنِ يَكْفِى الأَرْبَعَةَ وَطَعَامُ الأَرْبَعَةِ يَكْفِى الثَّمَانِيَةَ Makanan untuk satu orang harus cukup untuk dua orang. Makanan untuk dua orang harus cukup untuk empat orang. Makanan untuk empat orang harus cukup untuk delapan orang Shahih Muslim bab fadllil-muwasah fit-tha’amil-qalil no. 5489. Dalam kadar minimal, melebihkan untuk satu orang miskin di luar keluarga inti yang wajib dinafkahi dari nafkah yang biasa dikeluarkan. Dalam kadar yang lebih, memberi nafkah kepada faqir miskin sejumlah luar keluarga inti yang wajib dinafkahi. Jika keluarga inti yang wajib dinafkahi semuanya enam orang misalkan, berarti harus ada enam orang miskin yang juga disantuni kebutuhan sehari-harinya. Nabi saw dalam hal ini memberikan teladan dengan menanggung makan ahlus-shuffah; para perantau yang tinggal di pelataran shuffah masjid dan jumlahnya sekitar 70 orang. Ketika Ali dan Fathimah ra meminta pembantu kepada Nabi saw setelah mengetahui Nabi saw mendapatkan bagian ghanimah hamba sahaya, Nabi saw menolaknya karena hamba sahaya itu akan dijual untuk memberi makan Ahlus-Shuffah. Nabi saw kemudian mengajarkan kepada Ali dan Fathimah ra untuk merutinkan tasbih, takbir, dan tahmid sebanyak 100 kali di setiap kali hendak tidur malam Shahih al-Bukhari kitab ad-da’awat bab at-takbir wat-tasbih indal-manam no. 6318. Sabda Nabi saw kepada Ali dan Fathimah ra tersebut adalah وَاَللَّه لَا أُعْطِيكُمَا وَأَدَع أَهْل الصُّفَّة تُطْوَى بُطُونهمْ لَا أَجِد مَا أُنْفِق عَلَيْهِمْ وَلَكِنِّي أَبِيعهُمْ وَأُنْفِق عَلَيْهِمْ أَثْمَانهمْ Demi Allah, aku tidak akan memberi kepada kalian berdua sementara aku membiarkan Ahlus-Shuffah dalam keadaan perut kosong dan aku tidak punya sesuatu yang bisa aku nafkahkan kepada mereka. Maaf, aku akan jual para tawanan perang itu dan aku akan infaqkan hasilnya kepada Ahlus-Shuffah Musnad Ahmad bab musnad Ali ibn Abi Thalib no. 838. Akhlaq Nabi saw yang menanggung makan Ahlus-Shuffah ini juga merupakan teladan memberikan hak kepada ibnus-sabil, sebab Ahlus-Shuffah hampir semuanya berstatus sebagai ibnus-sabil. Kaum Miskin Buruh Secara khusus kepada faqir miskin yang menjadi pekerja dari seorang yang kaya, ada hak mereka yang harus dipenuhi oleh majikan-majikan mereka yang berstatus sebagai orang kaya. Nabi saw bersabda مَنْ كَانَ لَنَا عَامِلاً فَلْيَكْتَسِبْ زَوْجَةً فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ خَادِمٌ فَلْيَكْتَسِبْ خَادِمًا فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مَسْكَنٌ فَلْيَكْتَسِبْ مَسْكَنًا مَنِ اتَّخَذَ غَيْرَ ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ أَوْ سَارِقٌ Siapa yang jadi pekerja kami maka hendaklah ia memperoleh istri. Jika ia tidak punya pembantu, hendaklah ia memperoleh pembantu. Jika ia tidak punya rumah, hendaklah ia memperoleh rumah. Siapa yang memperkaya diri lebih dari itu maka itu termasuk menggelapkan atau mencuri Sunan Abi Dawud bab fi arzaqil-ummal no. 2947. Maksud hadits di atas sebagaimana dijelaskan al-Khaththabi, ada dua pengertian 1 Setiap pekerja berhak mendapatkan upah yang layak seukuran bisa menikah, mempunyai pembantu, dan memiliki rumah. Pekerja yang terbukti memperkaya diri secara ilegal, senyap-senyap, maka itu termasuk penggelapan atau pencurian. 2 Setiap pekerja yang belum menikah, mempunyai pembantu, dan memiliki rumah, harus diberi uang untuk menikah, diberi layanan pembantu, dan diberi fasilitas rumah selama ia bekerja, yang kesemuanya dalam akad hak guna pakai, tidak sampai hak milik Aunul-Ma’bud bab fi arzaqil-ummal. إِخْوَانُكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمْ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ وَلَا تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ Pembantumu adalah saudaramu. Allah menjadikan mereka di bawah tangan kalian. Maka siapa yang saudaranya ada di bawah tangan kekuasaan-nya hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan dan memberinya pakaian dari apa yang ia pakai. Janganlah menugasi mereka dengan apa yang mereka tidak mampu. Jika kamu memberi tugas kepada mereka yang mereka tidak mampu maka bantulah mereka Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabiy saw al-abid ikhwanukum no. 2545. Maksud hadits ini adalah muwasah saling berbagi bukan musawah harus persis sama karena ada lafazh min pada mimma yang menunjukkan sebagian bukan keseluruhannya sama Fathul-Bari. Intinya para pekerja harus diberi makanan dan pakaian yang layak atau penghidupan yang layak. Ini semua layak diperhatikan oleh orang-orang yang bertaqwa, termasuk mereka yang baru saja lulus dari shaum Ramadlan dengan derajat taqwa yang baru. Abai dari hak-hak orang lain yang ada dalam harta sendiri sama dengan melepaskan status taqwa demi kesenangan dunia sesaat. Na’udzu bil-Llah min dzalik.Contohnyauntuk mendapatkan uang (hak), kita harus bekerja (kewajiban). Apabila kita tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan hak dan kewajiban dengan seimbang, dikhawatirkan akan timbul ketidakadilan dan ketimpangan. Ketidakadilan itu berupa hak seseorang dirampas, padahal ia sudah melaksanakan kewajibannya. Sedangkan orang lain 2. Apa yang terjadi jika warga negara tidak mendapatkan haknya? Kita sebagai warga negara berkewajiban untuk menghemat penggunaanminyak maksud dari pernyataan tersebut? Berikan contohnya. Hak merupakan hal yang harus didapatkan oleh setiap orang dan tidak boleh dihalangi karena jika tidak maka akan menimbulkan ketidakadilan terhadap manusia tersebut serta menyebabkan kerusuhan di negara kita karena hak mereka tidak terpenuhi. Minyak bumi adalah energi yang berasal dari fosil sehingga dapat habis dan tidak dapat terbarukan sehingga sudah sepatutnya kita melakukan penghematan agar energi tersebut tidak habis dan itu merupakan kewajiban dan hak kita untuk hak dan kewajiban harus dijalankan dengan seimbang sehingga kehidupan kita tidak menjadi kacau, serta orang lain juga akan mendapatkan haknya, jika seseorang tidak mendapatkan haknya maka ia berhak menuntut agar haknya tersebut terpenuhi apalagi sebagai warga kita memperoleh hak kita maka dari itu harus ada kewajiban yang harus kita penuhi agar hak dan kewajiban tersebut berjalan seimbang sebagaimana mestinya apalagi warga negara mempunyai berbagai macam hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dijalankan sesuai lebih lanjut Materi tentang penjelasan mengenai pengertian hak dan kewajiban yang wajib dijalankan tentang penjelasan mengenai hak sebagai warga negara tentang penjelasan mengenai hak dan kewajiban selaku warga negara Indonesia jawabanKelas 10Mapel PPKnBab Bab 3 - Perkembangan Hak Asasi ManusiaKode Pasal22 PP No.10/1961 tentang tanah-tanah yang sudah dibukukan, apabila hak atas sudah pernah didaftarakan/ dibukukan menurut peraturan lain,misalnya berdasarkan PMA No.9 tahun 1959 sebelum PP NO.10/1961 berlaku,apabila pemegang haknya hendak mengalihkan atau membebani haknya, sertifikat hak (berdasarkan peraturan lain) harus Materi khutbah Jumat ini mengingatkan kepada umat Islam untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya. Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa menjauhi perilaku suka mengambil hak orang lain. Selain menjadi sesuatu yang diharamkan, perbuatan tersebut juga telah masuk kepada kategori menzalimi orang lain dan akan mendapatkan balasan setimpal. Teks khutbah Jumat berikut ini dengan judul "Khutbah Jumat Larangan Mengambil Hak dan Menzalimi Orang Lain". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini pada tampilan desktop. Semoga bermanfaat! Khutbah I الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Sebagai makhluk yang telah dianugerahi nikmat yang tak bisa dihitung satu per satu, mari kita senantiasa meningkatkan rasa syukur kita kepada Ar-Razzaq, Sang pemberi rezeki yakni Allah swt, Tuhan semesta Alam. Ialah yang telah mencukupi kebutuhan hidup setiap makhluknya yang ada di dunia ini. Ialah yang maha pengasih dan pemurah kepada manusia dengan anugerah rezeki yang tak boleh dan tak bisa kita dustakan sama sekali. Allah telah mengingatkan فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ Artinya, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” QS Ar-Rahman 13. Mari ungkapkan rasa syukur ini di setiap waktu dengan kalimat Alhamdulillahirabbil alamin. Mudah-mudahan kita termasuk golongan orang-orang yang pandai bersyukur dan terus mendapatkan tambahan nikmat dan rezeki dari Allah swt. Wujud syukur kepada Allah ini dapat terlihat dari komitmen kita dalam menjalankan misi utama di dunia ini yakni menjadi khalifah pemimpin dan beribadah atau menyembah Allah swt. Sebagai seorang hamba Allah swt yang baik, kita harus mampu menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sikap inilah yang dinamakan dengan takwa. Pada kesempatan yang mulia ini, mari kita perkuat ketakwaan kita, sebagai wujud syukur atas anugerah sempurnanya kehidupan ini. Jangan kita kufur dengan nikmat-nikmat ini dan menjadi orang-orang yang haus materi dunia sehingga sampai mengambil hak-hak orang lain. Jangan kita menjadi orang yang rakus dengan merampas sesuatu yang bukan menjadi hak kita. Sikap ini akan menggelincirkan kita kepada jurang kenistaan serta akan mendapat azab dari Allah swt. Naudzubillah tsumma naudzubillah min dzalik. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188 وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ Artinya, “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” Dalam Tafsir Lengkap Kementerian Agama disebutkan bahwa bagian awal ayat ini memuat larangan 3 hal yakni; melarang makan uang riba, melarang menerima harta tanpa ada hak untuk itu. Dan melarang menjadi makelar-makelar yang melaksanakan penipuan terhadap pembeli atau penjual. Kemudian pada bagian kedua adalah larangan menyuap hakim yang ditujukan untuk mendapatkan sebagian harta orang lain dengan cara yang batil. Tindakan ini dengan menyogok atau memberikan sumpah palsu atau saksi palsu. Dalam ayat lain, Allah swt juga berfirman يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil tidak benar, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” QS An-Nisa 29. Dari ayat ini, para ulama tafsir menjelaskan bahwa larangan memakan harta orang lain dalam ayat ini mengandung pengertian yang luas dan dalam. Di antaranya adalah sebuah petunjuk bahwa agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat. Dalam upaya mendapatkan kekayaan, tidak diperbolehkan menzalimi orang lain, baik individu maupun masyarakat. Tindakan memperoleh harta secara batil seperti mencuri, riba, berjudi, korupsi, menipu, berbuat curang, mengurangi timbangan, suap-menyuap, dan sebagainya merupakan tindakan yang akan mendapatkan balasan. Dari dua ayat ini, lengkap sudah peringatan Allah agar kita tidak mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim pun menyebut bahwa siapa yang mengambil harta yang bukan haknya, maka sama saja ia mengambil potongan neraka untuk dirinya. إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّكُمْ تَخْتَصِمُونَ إِلَيَّ، وَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَلْحَنَ بِحُجَّتِهِ مِنْ بَعْضٍ فَأَقْضِي عَلَى نَحْوِ مَا أَسْمَعُ. فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ مِنْ حَقِّ أَخِيهِ شَيْئًا فَلاَ يَأْخُذْهُ، فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ النَّارِ Artinya, “Saya hanyalah manusia biasa, dan kalian mengadukan sengketa kepadaku, bisa jadi sebagian diantara kalian lebih pandai berbicara daripada yang lainnya sehingga aku putuskan seperti yang kudengar. Maka barang siapa yang kuputuskan menang dengan mengambil hak saudaranya, janganlah ia mengambilnya, sebab itu seakan-akan aku memberikan potongan api neraka untuknya.” Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengambil hak orang lain dalam Islam juga merupakan sebuah kezaliman. Dalam Kitab al-Kaba'ir karya al-Imam al-Hafizh adz-Dzahabi disebutkan ada tiga bentuk kezaliman kepada sesama manusia, yakni 1 memakan harta atau hak orang lain secara batil; 2 membunuh, memukul, melukai, atau menyakiti secara fisik; 3 menghina, mencela, mengutuk, menuduh tak berdasar, dan sebagainya. Orang-orang yang berbuat kezaliman kepada orang lain akan mendapatkan balasan setimpal. Di antaranya adalah akan diberi balasan sejenis dengan bentuk kezaliman yang telah dilakukannya. Rasulullah bersabda وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” HR. Bukhari. Orang yang berbuat zalim juga akan terancam mendapatkan doa buruk dari orang yang dizaliminya. Padahal kita tahu semua, bahwa orang yang terzalimi termasuk dalam tiga golongan yang mustajab doanya. Rasulullah saw bersabda وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ مُجَابَةٌ Artinya, “Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, sebab doa yang terzalimi mustajab cepat terkabul,” HR. Malik. Orang yang berbuat zalim juga akan menghadapi tuntutan dan persidangan di Padang Mahsyar. Di hari perhitungan dan pembalasan tersebut, semua orang akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang telah ia lakukan selama di dunia. Pada saat itu tidak ada yang bisa berbohong dan mengelak dari kezaliman yang telah dilakukannya. اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ Artinya, “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS Yasin 65 Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian beberapa hal penting yang harus kita ketahui dan pahami terkait dengan larangan mengambil hak orang lain. Mudah-mudahan kita diberikan hidayah oleh Allah untuk terhindar dari berbuat zalim kepada orang lain. amin. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ Khutbah II اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
Darikewajiban inilah kita bisa mendapatkan hak kita karena hak dan kewajiban memiliki hubungan timbal balik kewajiban warganegara Indonesia : Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3). Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Islam merupakan agama yang rahmatan lil 'alamin. Agama Islam mengajarkan segala hal tentang kehidupan. Tidak hanya tentang beribadah, dzikir, dan do'a saja. Melainkan Agama Islam juga mengajarkan untuk memperhatikan kepedulian terhadap sesama. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa Agama Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. Islam mengajarkan arti penting dari kepedulian terhadap sesama terutama pada fakir miskin yang merupakan golongan yang wajib diperhatikan. Bahkan kepedulian yang dimaksud disini menjad hal wajib yang harus dilakukan umat Agama Islam. Dalam ajaran Islam disebut infaq, zakat, dan shodaqoh. Ketiganya merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan bagi umat Agama Islam. Rezeki yang kita terima dari Allah SWT memiliki kewajiban untuk dizakatkan pada mereka yang hak mendapatkannya. Dalam Islam bahkan sedekah juga menjadi hal yang sangat ditekankan oleh para nabi. Dalam rezeki yang kita peroleh, ada hak orang lain. Tentu saja dalam hal ini Islam sudah mengatur jumlah mengenai berapa yang harus dikeluarkan dari rezeki kita untuk orang yang hak menerima. Mengeluarkan zakat juga merupakan bukti rasa syukur orang muslim atas nikmat dan rezeki yang diterima. Karena zakat merupakan hal yang wajib bagi umat muslim, maka apabila sebagian rezeki yang kita terima tidak ada yang dizakatkan. Berarti hak orang lain dalam rezeki kita telah kita salah gunakan. Dengan mengeluarkan zakat berarti kita telah mensucikan rezeki kita dari hak orang lain. Selain itu, dengan zakat akan membuat mereka yang hak menerima menjadi senang. Ketika mereka senang, maka mereka tak akan sungkan untuk mendo'akan kita. Dan dalam Agama Islam, do'a fakir miskin merupakan do'a yang mustajab. Hikmah sedekah. Foto Instagram. Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Allah berhak meluaskan dan menyempitkan rezeki yang diterima oleh seseorang. Manakala Allah SWT meluaskan rezeki yang kita terima, maka kita hendaknya menggunakannya dengan baik. Rezeki ini dapat berupa sehat, harta kekayaan, kemampuan untuk beribadah dll. Sedangkan rezeki harta kekayaan yang kita terima, dalam Agama Islam ada hak orang lain didalamnya. Oleh karena itu, ketika kita mendapatkan rezeki berupa harta kekayaan yang luas, kita sebagai umat Agama Islam diwajibkan untuk menzakatkannya. Hal ini sebagai bentuk pemenuhan kewajiban atas dirinya, bentuk rasa kepedulian terhadap sesama dan juga bentuk rasa syukur atas rezeki yang diterima. Umat muslim seyogyanya harus memahami, bahwasanya rezeki yang kita terima harus bisa bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di akhirat. Kewajiban untuk memberikan sejumlah rezeki kita pada orang lain merupakan bukti rasa cinta Allah SWT kepada kita hamba-Nya. Karena dengan ditanggungkannya kewajiban ini kepada kita, maka rezeki kita akan menjadi rezeki yang bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Untuk ulasan hal inspiratif lainnya, silahkan follow Muslima TCT Terkini