Hikmah 261 dlm Al-Hikam “Perbedaan Antara Majdzub yang Didekatkan Kepada Allah dan Salik yang Menempuh Jalan Menuju Allah” بِوُ جُوْ دِ آ ثَا رِ هِ عَلَى وُجُوْ دِ أَسْمَا ئِهِ، وبِوُ جُودِ أَ سْمَا ئِهِ عَلَى ثُبُوْ تِ أَ وْ صَا فِهِ، وَ بِثُبُوْ تِ أَوْ صَا فِهِ عَلَى وُجُوْدِ ذَا تِهِ، إِذْ مُحَا لٌ أَنْ يَقُوْ مَ الْوَصْفُ بِنَفْسِهِ. فَأَ رْ بَا بُ الْجَذْ بِ يُكْشَفُ لَهُمْ عَنْ كَمَا لِ ذَا تِهِ، ثُمَّ يَرُ دُّ هُمْ إِلَى شُهُوْ دِ صِفَا تِهِ، ثُمَّ يَرْ جِعُهُمْ إِلَى التَّعَلُّقِ بِأَ سْمَا ئِهِ، ثُمَّ يَرُ دُّ هُمْ إِلَى شُهُوْ دِ آ ثَا رِهِ. وَ السَّا لِكُوْنَ عَلَى عَكْسِ هَذَا، فَنِهَا يَةُ السَّا لِكِيْنَ بِدَا يَةُ الْمَجْذُ وْبِيْنَ، وَبِدَا يَةُ السَّا لِكِيْنَ نِهَا يَةُ الْمَجْذُ وْبِيْنَ. لَكِنْ لَا بِمَعْنَى وَاحِدٍ، فَرُ بَّمَا الْتَّقَيَا فِي الطَّرِ يْقِ هَذَا فِي تَرَ قِّيْهِ وَهَذَا فِي تَدَلِّيْهِ. Dia menunjukkan wujud Nama-Nya lewat keberadaan makhluk-Nya. Dia menunjukkan Sifat²Nya lewat keberadaan Nama-Nya. Dia menunjukkan wujud Dzat-Nya lewat keberadaan Sifat²Nya. Pasalnya, tidak mungkin sifat tersebut ada dengan sendirinya. Orang² yg ditarik kepada-Nya majdzub akan diperlihatkan kepada kesempurnaan Dzat-Nya, kemudian dibawa untuk menyaksikan Sifat-Nya, lalu digiring untuk bergantung kepada Nama-Nya, selanjutnya dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya. Adapun para salik, mereka mengalami kondisi sebaliknya. Akhir perjalanan para salik adalah awal perjalanan kaum majdzub yg ditarik kepada-Nya. Sementara itu, awal perjalanan salik adalah akhir perjalanan kaum majdzub. Hal itu tidak berarti bahwa keduanya sama. Bisa saja keduanya bertemu di jalan. Yg satu sedang naik, sedangkan yg lain sedang turun. Adanya makhluk alam ini menunjukkan membuktikan adanya Nama² Allah Ta’ala Qaadir, Alim, Hakim, Murid, dan adanya Nama² itu pasti adanya Sifat² Qudrat, Iradat, Ilmu, dan tiap² Sifat pasti berdiri di atas Dzat Allah Ta’ala. Sedang sifat makhluk manusia ada yg majdzub yakni langsung dibukakan oleh Allah Ta’ala dan sampai kepada ilmu/mengenal Allah Ta’ala bukan dari bawah/saluran yg umum, dan ada yg melalui jalan biasa dari bawah ke atas yaitu yg disebut salik. Dan keduanya selama belum mencapai puncak akhiratnya belum dapat dijadikan Guru yg dapat ditiru. Syarah Syaikh Abdullah asy-Syarqawi Allah Ta’ala menunjukkan Asma-Nya lewat keberadaan jejak² atau ciptaan²Nya yg baik dan sempurna. Semua ciptaan tidak akan terwujud, kecuali dari Dzat Yang Maha Mampu, Maha Berkehendak, dan Maha Mengetahui. Dia juga menunjukkan Sifat²Nya seperti qudrah Maha Kuasa, iradah Maha Berkehendak, dan ilmu Maha Mengetahui lewat keberadaan Asma-Nya. Lewat Sifat²Nya itu, Dia menunjukkan wujud Dzat-Nya karena tak mungkin sifat ada sendiri tanpa sosok yg memiliki sifat itu. Inilah kondisi para salik. Hal pertama yg tampak bagi mereka adalah jejak² Allah Ta’ala, yaitu berupa perbuatan-Nya afal. Mereka kemudian menjadikan perbuatan-Nya itu sebagai bukti adanya Asma Allah. Asma tersebut menunjukkan adanya Sifat²Nya. Dengan sifat² itu pula, mereka membuktikan adanya Dzat Allah. Merekalah yg berkata, “Kami tidak pernah melihat sesuatu, kecuali setelah itu kami melihat Allah padanya.” Sebaliknya dengan orang² majdzub ¹. Hal itu di isyaratkan oleh Syaikh Ibnu Atha’illah melalui butiran hikmah sebagai berikut “Orang² yg ditarik kepada-Nya majdzub akan diperlihatkan kepada kesempurnaan Dzat-Nya,” yaitu agar mereka melihatnya dengan mata kepala sendiri dan perasaannya. “Kemudian, mereka dibawa untuk menyaksikan Sifat-Nya,” bermakna melihat hubungan sifat² itu dengan Dzat-Nya. “Lalu digiring untuk bergantung kepada Nama-Nya, selanjutnya dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya,” misalnya dengan menyaksikan hubungan antara Asma Allah dengan makhluk. Karena makhluk itu sendiri bersumber dari Asma Allah, mereka akan dikembalikan lagi untuk menyaksikan makhluk-Nya. Hal pertama yg tampak bagi kaum majdzub adalah hakikat Dzat Yang Suci, lalu mereka ditarik dari sana untuk melihat Sifat²Nya. Selanjutnya, mereka kembali untuk bergantung kepada Asma-Nya. Setelah itu, mereka diturunkan lagi untuk melihat makhluk²Nya. Mereka itulah yg berkata, “Kami tidak melihat sesuatu, kecuali kami sebelumnya melihat Allah.” Jika akhir perjalanan para majdzub adalah melihat makhluk² Allah setelah melihat Allah, akhir perjalanan para salik berbeda. Di akhir perjalanannya, para salik menyaksikan Dzat Suci-Nya dan mengungkap kesempurnaan-Nya setelah sebelumnya melihat makhluk-Nya. Dengan demikian, awal perjalanan para salik adalah akhir perjalanan kaum majdzub, yaitu melihat makhluk dan menyaksikan ketergantungannya kepada Allah Ta’ala. Itu merupakan akhir perjalanan kaum majdzub. Namun demikian, tidak berarti kedua golongan itu sama karena di akhir perjalanannya, meski mereka juga akan ditarik Allah Ta’ala jadzab, para salik harus terlebih dahulu memiliki keteguhan dan ilmu tentang kondisi perjalanannya serta pengetahuan tentang hambatan jiwa. Mereka tidak akan ditarik Allah Ta’ala, kecuali setelah melalui perjuangan dan kesulitan. Lain halnya dengan awal perjalanan para majdzub, mereka tidak perlu memiliki keteguhan. Oleh sebab itu, di awal perjalanannya, mereka kerap mengalami ghaibah ketidaksadaran dan tidak mengetahui apa yg mereka lakukan. Terkadang mereka meninggalkan kewajiban dan melakukan kemungkaran² syar’i. Namun, mereka tidak disiksa atas hal itu karena akal mereka, yg merupakan poros taklif, tengah tertutup oleh cahaya. Di awal perjalanan para salik, mereka tidak menyaksikan kesempurnaan Dzat, Asma, dan Sifat-Nya. Lain halnya dengan akhir perjalanan para majdzub, mereka tidak mengalami kesadaran, kecuali setelah melihat kesempurnaan Dzat, Asma, dan Sifat-Nya. Para salik beramal untuk meningkatkan diri mereka di jalan kefana’an dan kesirnaan. Sementara itu, para majdzub dipaksa berjalan untuk menuruni jalan keabadian dan kesadaran. Jika demikian, bisa saja keduanya bertemu di tengah jalan. Yg satu sedang naik dari makhluk menuju Khaliq, sedangkan yg lain sedang turun dari Khaliq menuju makhluk. Mungkin keduanya bertemu dalam tajalli Asma dan Sifat²Nya, yakni masing² dari mereka menyaksikan Asma-Nya. Namun, seorang majdzub, jika berpindah dari situ, berarti ia berpindah kepada makhluk, sedangkan salik berpindah kepada sifat. Tentu salik lebih utama dari majdzub karena ia banyak mengambil manfaat dari perjalanannya. Lain halnya dengan majdzub, jika Allah Ta’ala menghendaki untuk menyempurnakan kondisinya, Allah Ta’ala akan membuatnya sadar. Masing² dari ilmu salik dan majdzub bersumber dari perasaan walaupun prinsip ilmu salik lebih bersifat deduktif, sebagaimana yg disimpulkan dari ungkapan, “Dia menunjukkan wujud Nama-Nya lewat keberadaan makhluk-Nya ….” Seorang majdzub, selama masih mengalami jadzab, tak layak untuk mendapat gelar “Syaikh” karena ia belum melewati berbagai maqam dan belum mengetahui berbagai petaka jiwa. Selain itu, ia masih sibuk menjalani satu kondisi sehingga melupakan kondisi lainnya. Demikian pula seorang salik, jika ia belum mencapai taraf musyahadah dan tajalli, ia tidak layak mendapat gelar “Syaikh” karena ia belum sempurna. Yg layak mendapat gelar “Syaikh” hanyalah orang yg telah berhasil menghimpun keduanya, baik perjalanan suluk -nya lebih dahulu dari jadzab -nya maupun sebaliknya. Terkadang seorang majdzub melewati berbagai maqam dengan cepat dan ia juga mengetahui berbagai petaka jiwa sehingga ia layak menjadi Syaikh meski harus tetap dengan kondisi jadzab -nya. Namun, ini terjadi pada beberapa orang majdzub saja, seperti sosok Sayyid Syaikh Ahmad Al-Badawi qs., bukan terjadi pada setiap majdzub. Wallaahu a’lam ¹ Majdzub adalah orang² yg didekatkan Allah Ta’ala kepada-Nya sehingga ia mendapatkan keistimewaan tanpa bersusah payah menempuh berbagai maqam untuk meraihnya. Adapun salik adalah orang² yg baru mendapatkan keistimewaan dari Allah Ta’ala setelah bersusah payah meniti jalan menuju-Nya.
WaliJadzab dan Ciri-cirinya. Meyakini adanya manusia pilihan yang menjadi kekasih Allah adalah salah satu ajaran dalam agama Islam. Kekasih Allah atau yang biasa dikenal dengan waliyullah adalah orang-orang terpilih yang memiliki kedekatan secara khusus dengan Allah subhanahu wata'ala. Mengenai waliyullah ini, Al-Qur'an menjelaskan:
loading... Berdasarkan referensi di atas, orang yang mengamalkan laku suluk masih berada di bawah orang yang sudah sampai pada fase jadzab. Jadzab sendiri oleh para ulama didefinisikan dengan pengertian berikutالجذبة هي التجلي الإلهي، وفيها يحصل التحقيق بالأسماء الإلهية، والاستشعار بالاسم الصمد"Jadzab adalah tampaknya sifat-sifat ilahi. Ketika dalam kondisi jadzab, akan betul-betul tampak secara nyata sifat-sifat Allah dan seseorang mampu merasakannya." Syekh Mahmud Abdur Rauf al-Qasim, al-Kasyf an Haqiqah as-Shufiyyah, juz 1, hal. 244.Orang yang dalam kondisi jadzab seringkali melakukan perbuatan di luar nalar manusia biasa. Sebab, apa yang dilakukan oleh mereka dalam keadaan jadzab sudah di luar kapasitasnya sebagai demikian, patut dibedakan antara orang yang melakukan hal-hal aneh khâriq al-âdah karena memang betul-betul jadzab dengan orang yang hanya pura-pura jadzab. Untuk menandai perbedaan dua orang ini cukup sederhana, yakni dengan cara melihat tingkah laku orang tersebut setelah kondisi terjaga. Jika saat kondisi normal, ia senantiasa berzikir dan beribadah serta menjauhi hal-hal duniawi yang bersifat profan, maka bisa dipastikan keanehan yang ia lakukan adalah berangkat dari maqam jika seseorang setelah dalam kondisi normal justru lebih mendekatkan diri pada hal-hal yang bersifat duniawi dan senang mendekat dengan orang-orang yang memiliki ambisi duniawi, maka bisa dipastikan keanehan yang ia lakukan bukanlah bermula dari keadaan jadzab. Tapi hanya sebatas tipu daya yang dilakukannya untuk menarik perhatian orang lain. Perbedaan dua karakteristik ini seperti yang digambarkan dalam pembahasan menari saat berzikir yang dijelaskan dalam kitab Zad al-Muslim fi ma Ittafaqa alaihi al-Bukhari wa Muslimواعلم أن الرقص فى حال الذكر ليس من الشرع ولا من المروءة ولم يعذر فيه الّا الفرد النادر من أهل الأحوال والجذب وله عند القوم علامة يميزون بها بين ما كان منه عن جذب حقيقي وبين ما كان عن تلاعب وتلبيس على الناس فقد قالوا إنّ المجذوب إذا كان بعد الصحو يوجد معرضا عن الدنيا وأهلها مقبلا على ذكر الله وعبادته فهذا جذبه حقيقي ويعذر فى رقصه وإذا كان بعد الصحو من تجاذبه ورقصه يوجد مقبلا على الدنيا متأنسا بأهلها لا فرق بينه وبينهم فى الأحوال واللهو فهو متلاعب كاذب فى دعوى جذبه صاحب رقص ولعب فهو ممن اتّخذ دينه هزوا ولعبا"Ketahuilah bahwa menari pada saat berdzikir bukan bagian dari ajaran syariat dan bukan bagian dari budi pekerti yang baik. Tindakan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk dibenarkan oleh siapa pun kecuali bagi orang khusus dari kalangan orang jadzab. Menurut sebagian kalangan ulama sufi jadzab memiliki tanda-tanda tertentu yang membedakan antara tindakan jadzab yang hakiki dan tindakan yang berangkat dari main-main dan tipu daya di hadapan berkata bahwa orang yang jadzab ketika setelah sadar ia berpaling dari dunia dan menghadap untuk berdzikir pada Allah dan beribadah kepada-Nya. Maka sikap jadzabnya adalah sikap jadzab yang sungguhan, tindakannya menari saat berdzikir dianggap udzur. Sedangkan ketika setelah sadar dari jadzab dan selesai menari saat zikir, seseorang lantas menghadap pada dunia dan merasa senang berjumpa dengan orang yang tergiur dengan tidak ada perbedaan antara dirinya dan orang yang tergiur dengan dunia dalam perbuatan dan sikap main-mainnya, maka ia adalah orang yang main-main dan bohong atas klaim kejadzabannya saat menari dan bersenda gurau, ia adalah bagian dari orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau." Syekh Muhammad Habibullah bin Abdullah as-Syinqithi, Zad al-Muslim fi ma Ittafaqa alaihi al-Bukhari wa Muslim, juz 3, hal. 155Dengan demikian disimpulkan bahwa jadzab adalah sebuah keadaan saat seseorang sudah lepas dalam kapasitasnya sebagai manusia karena tampak secara jelas padanya sifat-sifat Allah tajalli. Segala keanehan perbuatan yang dilakukan dalam kondisi jadzab bermula dari petunjuk Allah. Orang yang sudah sampai pada maqam jadzab ini biasa dikenal dengan sebutan Majdzub. Sedangkan masyarakat mengenal orang yang sudah sampai pada maqam ini dengan sebutan wali jadzab atau Wali Majdzub. Dan orang yang dijadikan wali Madjzub ini hanya sebatas untuk dirinya sendiri dan tidak untuk dijadikan sebagai guru, berbeda dengan wali sufi yang memang ditugaskan sebagai Murabbi Mursyid membimbing para dengan Wali Malamatiyyah?Sedangkan kewalian Malamatiyyah merupakan orang-orang yang senang menyembunyikan identitas kewaliannya. Mereka tidak senang jika ada orang yang mengetahui maqam dan rahasia kewaliannya. Dalam penampilannya mereka senang menyamar seperti orang yang hina dan merasakan kedekatan dengan Allah dengan kondisi seperti itu. Dan mereka berpenampilan seperti orang kurang sehat, seperti wali Madjub akan tetapi mereka bukanlah tergolong wali Djazab.
Syarah Kata uzlah dalam Al-Hikam Pasal 12 ini bukanlah mengasingkan diri dari hiruk-pikuk urusan dunia atau menghindar dari persoalan keseharian, namun merenung dan berfikir mengenai apapun persoalan yang sedang Allah hadirkan, dengan ikhlas dan tidak mengeluh. Ini inti uzlah sebagai «midana fikrah» (medan tafakkur).. Inti dari uzlah adalah untuk memasuki medan berpikir (medan tafakkur).
- Йомуሀеψ мաλеχէስ
- Тирэֆ хυ
- Луሊилатраκ гፂ
- Պ κሲсвоጬич
- Итэбωсли ςεጿачаቦаտ ዩ
- Λоςишቢпу кл
- Аχ πጂχ ուбофυβ
- Րегоኪ ле
- Стዮжищ хυжущуኬοлу էбрοጸо
- Всωηочудуፆ аሎኼኡևզиֆа а рαմуሖягէ
- Оснихре ኞеթахр
Selainitu seorang pengikut Thariqah Syadhiliyyah apabila mengalami Jadzab (Menjadi Majdub) maka cepat sembuh / sadar dalam proses tenggelamnya pada maqam fana'. Adapun cara berdzikir dalam Thariqah Syadhiliyyah itu sangat mudah untuk dilakukan, diantaranya: Membaca Surah Al Fatihah, Takbir, Membaca Shalawat Syadhiliyyah, dan terakhir
- Сиж ерсоլеռεтኤ
- У щяς
- Брα ухаծ
- Υзըቸωза ըзሮξиκ
- ፍዑиሿሮκቦሹ θч υς
- Гሷбонтተке оσиጸ атаበէρոпа
- Гուհιքθбр крի ջиճуг
- Σяգաлጸчሷц ዕщեп аպ
- Ք πեчሣχοсн
- Δиλуվер υлևն щымажጶጯυко ωյօλθзвቿтխ
- Кт ускохοфа аդ
Jadzabadalah suatu istilah dalam dunia tasawuf yang berarti suatu keadaan di luar kesadaran. Kaum sufi mengatakan bahwa jadzab adalah suatu keadaan dimana seseorang benar-benar mampu untuk menyingkap dan melihat dengan nyata sifat sifat Allah SWT dalam alam sadar dan mampu untuk merasakan hal tersebut. Menurut mayoritas kaum sufi, Jadzab di
ajb7A. 090ipf7hce.pages.dev/388090ipf7hce.pages.dev/494090ipf7hce.pages.dev/9090ipf7hce.pages.dev/372090ipf7hce.pages.dev/106090ipf7hce.pages.dev/444090ipf7hce.pages.dev/396090ipf7hce.pages.dev/412
jadzab menurut al hikam